Bandung, 12 Desember
2024 – Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat menyelenggarakan webinar
bertema "Mewujudkan Ruang Aman untuk Keluarga Muda
Tangguh" melalui platform Zoom Meeting. Acara ini menjadi wadah
diskusi dan edukasi yang inspiratif bagi keluarga muda dalam menciptakan
lingkungan keluarga yang aman, dan tangguh menghadapi tantangan zaman; dengan
memerhatikan kebahagiaan, kesalingan dan kesetaraan dalam berbagi peran.
Acara ini menghadirkan Prof. Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan RI, sebagai narasumber utama.
Dalam pemaparannya, Prof. Alimatul menekankan pentingnya menjadi keluarga muda
tangguh yang mempunyai Work-Family Balance antara anggota keluarga untuk menciptakan
ruang aman yang berbasis pada nilai keadilan, kesetaraan, dan penghormatan
terhadap hak setiap individu. Beliau juga membahas upaya preventif dan
strategis untuk menciptakan keluarga nir-kekerasan (sakinah) dan penuh
kesalingan.
Rini Marlina, Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa
Barat juga dalam pengantarnya menyampaikan pengalaman terkait peran komunitas
dalam mendukung ketahanan keluarga muda; di mana mayoritas anggota Nasyiatul
Aisyiyah Jawa Barat sebagai new mom, sehingga bagi kita yang biasa bergelut dengan karir dan
organnisasi tentu akan menemukan tantangan tersendiri dengan keberubahan peran.
Tati selaku anggota Departemen Advokasi Sosial PWNA Jawa
Barat juga membuka diskusi awal dengan beberapa kasus tentang kesesuaian
pengasuhan dengan kondisi sosial dan standar sosial yang semakin menambah
kemungkinan tantangan keluarga di era modern. “misalnya ketika memiliki anak
baru satu, maka cenderung hati-hati dalam pengasuhan, tapi kalau sudah anak kedua
dan seterusnya terkadang kita diuji kesabaran”, pantiknya.
Webinar ini diikuti oleh lebih dari 57 peserta dari berbagai latar belakang, antara lain
kader Nasyiatul Aisyiyah se Jawa Barat, Advokat, dan beberapa laki-laki juga
turut hadir di webinar. Kader Nasyiatul Aisyiyah yang hadir juga memiliki ragam
jenis pekerjaan, dari seorang guru di sekolah inklusif, womenpreneur, aktivis perempuan, dan lainnya. Interaksi yang aktif antara
peserta dan narasumber menciptakan diskusi yang dinamis, terutama pada sesi
tanya jawab, di mana peserta mengajukan berbagai pertanyaan tentang strategi
praktis mewujudkan ruang aman di dalam keluarga.
Work-Family Balance
Menurut Prof. Alimatul Qibtiyah
Meski demikian, terdapat tantangan untuk mencapai work-family balance yang kita harus manajemenkan atau kelola secara bijak, antara lain tekanan ditempat kerja, peran berlebih dalam keluarga, teknologi dan keterhubungan, keterbatasan waktu, dan kurangnya perspektif kesalingan. Maka terdapat strategi untuk mencapai work-family balance. Pertama, penjadwalan yang baik; artinya mengatur waktu untuk pekerjaan dan keluarga dengan jelas. Misalnya dengan menggunakan kalender atau aplikasi pengingat yang bisa membantu untuk kita memprioritaskan kegiatan. Kedua, fleksibilitas kerja; beberapa tempat kerja menawarkan fleksibilitas seperti kerja jarak jauh, atau jam kerja yang bisa disesuaikan yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan antara pekerjaan dan kewajiban keluarga. Ketiga, delegasi tugas; yaitu dengan mengalokasikan tugas antara anggota keluarga atau meminta bantuan profesional ditempat kerja dapat mengurangi beban pada satu individu. Keempat, batasan yang jelas; menetapkan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, misalnya dengan tidak memeriksa email kerja setelah jam kerja atau saat sedang bersama keluarga. Kelima, perawatan diri; meluangkan waktu untuk diri sendiri juga penting agar setiap orang dapat bijak mengelola enegeri dan motivasi antara kerja dan keluarga.
Meski demikian, terdapat tantangan untuk mencapai work-family balance yang kita harus manajemenkan atau kelola secara bijak, antara lain tekanan ditempat kerja, peran berlebih dalam keluarga, teknologi dan keterhubungan, keterbatasan waktu, dan kurangnya perspektif kesalingan. Maka terdapat strategi untuk mencapai work-family balance. Pertama, penjadwalan yang baik; artinya mengatur waktu untuk pekerjaan dan keluarga dengan jelas. Misalnya dengan menggunakan kalender atau aplikasi pengingat yang bisa membantu untuk kita memprioritaskan kegiatan. Kedua, fleksibilitas kerja; beberapa tempat kerja menawarkan fleksibilitas seperti kerja jarak jauh, atau jam kerja yang bisa disesuaikan yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan antara pekerjaan dan kewajiban keluarga. Ketiga, delegasi tugas; yaitu dengan mengalokasikan tugas antara anggota keluarga atau meminta bantuan profesional ditempat kerja dapat mengurangi beban pada satu individu. Keempat, batasan yang jelas; menetapkan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, misalnya dengan tidak memeriksa email kerja setelah jam kerja atau saat sedang bersama keluarga. Kelima, perawatan diri; meluangkan waktu untuk diri sendiri juga penting agar setiap orang dapat bijak mengelola enegeri dan motivasi antara kerja dan keluarga.
Webinar yang sebagian peserta
tuliskan pada roomchat berisi daging yang renyah ini memberikan semangat
partisipan hingga terdapat tujuh penanya. Yang menarik di antaranya adalah
pengalaman dari Rini Marlina terkait tingginya kasus penyimpangan sosial, bukan
saja pelecehan sosial. Tati menyampaikan dalam pantikannya bahwa DP3AKB Jawa Barat mengungkap kan tentang kasus transgender dan biseksual yang dilaporkan berjumlah
ribuan, bukan lagi ratusan.
Menciptakan hubungan yang sehat dengan
memerhatikan perkembangan antar pribadi adalah penting. Work-family balance yang dimaksudkan adalah kemampuan mengatur
waktu pribadi, kerjaan, dan keluarga. Contohnya jika sebagai seorang perempuan,
istri, dan ibu maka kita diharapkan memahami keterpenuhan akan kebutuhan diri
sendiri, anak, dan suami. Menyeimbangkan waktu untuk kerja dan keluarga sangat
disarankan, sehingga ketika kita bekerja akan maksimal, kemudian pulang ke
rumah juga tidak membawa ekspresi dan emosi akibat pekerjaan. Demikian juga
sebaliknya bagi laki-laki penting mempunyai keseimbangan perhatian pada kerja,
istri, anak dan keluarga besar yang membutuhkan perhatian, termasuk penting
untuk terlibat pada urusan domestik dan pengasuhan.
Tanya-Jawab Diskusi Interaktif
Prof. Alimatul Qibtiyah menyampaikan
dengan gamblang bahwa hari ini dalam keilmuan psikologi disebut keragaman seksual,
bukan penyimpangan seksual. Dan hal tersebut dapat diukur dengan Skala Kinsey oleh
Psikolog. Skala tersebut sebagai alat ukur kecenderungan akan tingkatan
keragaman seksual setiap personal. Maka baru kita sebutkan seseorang cenderung
kategori ekstrem heteroseksual atau yang lainnya bahkan juga ada kelompok yang aseksual.
“Kalau zina itu berlaku bagi semua, bahkan orang dalam kategori heteroseksual
pun tidak boleh zina”, tambahnya.
Pertanyaan lainnya yang menarik
adalah tentang kestagnanan prinsip tumbuh bersama pada salah satu dari kita,
jika kita sebagai pasangan. Prof. Alim menjawab dengan tegas bahwa hal tersebut
berkenaan dengan kemampuan dari setiap individu saling menemukan dan
mengidentifikasi minat, hobi, dan keinginannya. "Mewujudkan keluarga muda yang
tangguh memerlukan dukungan bersama; pemerintah, masyarakat dan keluarga itu
sendiri,"
ujar Prof. Alim dalam sesi penutup.
Ketua Pimpinan Wilayah
Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat, Rini Marlina, menyampaikan harapannya agar
diskusi ini menjadi langkah awal untuk semakin banyak keluarga muda yang peduli
dan aktif membangun ruang aman dalam lingkungan mereka. "Kami berkomitmen untuk terus
menyelenggarakan kegiatan seperti ini sebagai bentuk dukungan Nasyiatul
Aisyiyah terhadap pemberdayaan keluarga muda dan perlindungan perempuan serta
anak," tambahnya.
Acara ini mendapat apresiasi positif
dari para peserta yang menganggap tema dan pembahasannya relevan dengan
kebutuhan keluarga muda masa kini. Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat berharap
kegiatan serupa dapat terus diadakan lebih masif untuk mendorong terciptanya
keluarga yang lebih tangguh dan berkontribusi dalam pembangunan masyarakat yang
lebih baik.
oleh: Tati, S.Pd., MPA. (Departemen Advokasi Sosial PW Nasyiatul Aisyiyah Jawa Barat)
0 Comments:
Posting Komentar