Ramadhan adalah sebuah bulan yang sangat
spesial, dimana bulan tersebut identik dengan puasa. Puasa atau bahasa lainnya
adalah shaum, merupakan suatu kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh umat
muslim setiap tahunnya. Pada bulan ini, semua umat islam berbondong-bondong
untuk menggapai ridho-Nya Allah SWT dengan menjalankan segala bentuk amal
ibadah, yang kita telah tahu bahwa setiap perbuatan baik apapun yang dilakukan
di bulan ini pahalanya akan dilipatgandakan oleh-Nya.
Tapi, apakah kita pernah berfikir, ramadhan
setiap tahunnya berbeda? Semakin bertambahnya usia kita semakin terlihat pula
perbedaannya. Apakah itu semakin baik puasanya atau malah sebaliknya. Faktanya,
kesucian bulan suci ramadhan seringkali ternodai oleh fenomena-fenomena yang dirusak
oleh umat islam itu sendiri dan perbedaan itu sudah nyata terasa.
Pernahkah kita sejenak berfikir, kok
ramadhan tahun ini begini? Kok ramadhan tahun lalu begitu? Ya, solusinya adalah
coba lagi Tanya hati kita. Pada dasarnya tidak ada Ramadhan yang berbeda dari
waktu ke waktu, Jumlah hari, Sholat Tarawih, puasa, Nuzuluh Qur’an, Malam
lailatul Qodar, zakat fitrah, bahkan Hari Raya Idul fitri tetap sama. Tetapi
kok apa yang membuatnya menjadi berbeda? Ya benar, itu adalah iman dan hati
kita.
Iman adalah segala sesuatu tentang
keyakinan dan hati difungsikan untuk meyakinkan keimanan. Jika hati dan iman
tidak sinkron, otomatis akan terjadi perdebatan dalam pikiran dan perbuatan.
Suasana, lingkungan bahkan kondisi mental pun dapat menjadi penggerus nilai
kehusyukan dalam menjalani ibadah puasa.
Fakta di atas juga didukung pula dengan
fenomena-fenomena belakangan ini. Sebagai salah satu contoh, kematangan usia
juga menjadi salah satu faktor penentu kematangan iman dan cara berfikir seseorang.
Biasanya, pada usia masih kanak-kanak, bulan puasa terasa sangat menyenangkan
dan menggembirakan dengan penantian lebaran dan suasana idul fitri yang meriah.
Ketika seseorang itu beranjak remaja, bulan puasa menjadi sesuatu yang sangat berat
untuk dilakukan, seringkali hal tersebut disebabkan oleh rutinitas dan
aktivitas yang padat. Dan yang terakhir, ketika seseorang itu beranjak dewasa,
bulan puasa menjadi terasa biasa saja, seringkali itu karena ada rasa
kesombongan dalam diri yang menganggap bahwa melalui akal, logika dan nalarnya
sudah sangat paham betul akan makna kehidupan yang seringkali menjadi takabur
dan malah menyepelekan.
Sehingga, dengan adanya fenomena-fenomena diatas, masih cukup pantaskah kita disebut sudah sangat paham betul akan arti Ramadhan? Jawabannya, kembali tanyakan lagi pada iman dan hati kita.
.
.
.
Syintia Nurfitria, S.Hum., M.Sos., (Bidang
Kajian Teknologi, Pustaka dan Informasi)***.
0 Comments:
Posting Komentar