Pemilu 2024: Perempuan Harus Bersuara


Pemilu merupakan salah satu bagian dari pesta demokrasi periodik yang selalu diadakan di Indonesia setiap lima tahun sekali. Pemilu yang merupakan suara demokrasi kebebasan sampai detik ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi kaum perempuan. Seringkali, suara-suara kaum perempuan dalam menegakkan demokrasi masih terdengar sayup-sayup.


Padahal, perempuan merupakan ujung tombak suatu Negara dapat  selalu berdiri dengan kokoh dan berwibawa. Ibaratnya, perempuan adalah seorang ibu Negara yang mengemban amanah menyokong dan mengkokohkan Negara itu dari masa ke masa.


Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi yang mayoritas kepemimpinannya saat ini masih di dominasi oleh kaum laki-laki. Dalam demokratitasi, keterwakilan perempuan masih sangat kurang, bahkan, jika adapun keterwakilan perempuan yang mengisi suara 30% demokrasi belum merata dalam setiap kepemimpinan baik arti sempit maupun luas. Oleh karena itu, apakah suara perempuan masih didengar? Dan apakah suara perempuan masih bisa menegakkan yang disebut dengan kesetaraan gender?


Menilik dari masa lalu, Indonesia adalah suatu negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan adat  istiadat Indonesia yang mana masyarakatnya adalah masyarakat yang selalu bertutur lemah lembut dan sopan santun. Hingga, Indonesia terkenal dengan keramah-tamahannya.


Dalam dunia politik, perempuan difungsikan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan hukum politik yang mana didalamnya perempuan dapat bermain dengan strategi-strategi soft politic tanpa harus berkoar-koar.


Buktinya, dalam dunia kepemimpinan, kaum perempuan sangat dibutuhkan. Sehingga, salah satu cara yang  dapat dilakukan adalah dengan bersuara pada pesta demokrasi ini. Kaum perempuan dapat menuangkan ide dan gagasannya apakah itu sebagai action talent yang mengikuti kegiatan kepemiluan melalui pencalonan atau sebagai pengamat politiknya. Dua sisi ini pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh kaum perempuan untuk ikut bersuara dalam pesta demokrasi ini.


Pemilu 2024 harus menjadi pemicu bagi kaum perempuan untuk bersuara. Suara dalam artian berperan serta secara aktif, bebas, dan bertanggungjawab. Dengan adanya kesetaraan gender, kaum perempuan sebenarnya telah diberi keleluasaan untuk melakukan hal-hal yang sama yang dilakukan oleh kaum laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah politik. Selama tidak menyalahi kodratnya sebagai perempuan, pada hakikatnya kedudukan perempuan dan laki-laki sama. Indonesia telah menjamin kebebasan hak warga negaranya untuk bebas dalam mengeluarkan opini-opininya.


Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi kaum perempun untuk tetap diam. Diam dalam politik adalah suatu keniscayaan yang seharusnya didobrak dengan suara. Suara perempuan adalah suara naluri. Maka, suara perempuan dapat menjadi pemicu semangat perempuan lainnya untuk tetap bersuara dalam hal apapun. Pesta demokrasi menjamin suara perempuan didengar, melalui pesta demokrasi pula, perempuan dapat membuktikan kualitas dalam dirinya. 


Syntia Nurfitria, S.Sos., M.Hum.

Bidang Pustaka, Informasi, dan Teknologi Digital***.

0 Comments:

Posting Komentar