Pemilu merupakan salah satu bagian dari pesta demokrasi periodik yang selalu diadakan di Indonesia setiap lima tahun sekali. Pemilu yang merupakan suara demokrasi kebebasan sampai detik ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi kaum perempuan. Seringkali, suara-suara kaum perempuan dalam menegakkan demokrasi masih terdengar sayup-sayup.
Padahal,
perempuan merupakan ujung tombak suatu Negara dapat selalu berdiri dengan kokoh dan berwibawa.
Ibaratnya, perempuan adalah seorang ibu Negara yang mengemban amanah menyokong
dan mengkokohkan Negara itu dari masa ke masa.
Indonesia adalah sebuah Negara demokrasi yang mayoritas kepemimpinannya saat ini masih di
dominasi oleh kaum laki-laki. Dalam demokratitasi, keterwakilan perempuan masih
sangat kurang, bahkan, jika adapun keterwakilan perempuan yang mengisi suara
30% demokrasi belum merata dalam setiap kepemimpinan baik arti sempit maupun
luas. Oleh karena itu, apakah suara perempuan masih didengar? Dan apakah suara
perempuan masih bisa menegakkan yang disebut dengan kesetaraan gender?
Menilik
dari masa lalu, Indonesia adalah suatu negara demokrasi yang menjunjung tinggi
nilai-nilai dan adat istiadat Indonesia
yang mana masyarakatnya adalah masyarakat yang selalu bertutur lemah lembut dan
sopan santun. Hingga, Indonesia terkenal dengan keramah-tamahannya.
Dalam
dunia politik, perempuan difungsikan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan
hukum politik yang mana didalamnya perempuan dapat bermain dengan
strategi-strategi soft politic tanpa harus berkoar-koar.
Buktinya,
dalam dunia kepemimpinan, kaum perempuan sangat dibutuhkan. Sehingga, salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan bersuara pada pesta demokrasi ini. Kaum perempuan dapat menuangkan ide
dan gagasannya apakah itu sebagai action talent yang mengikuti kegiatan
kepemiluan melalui pencalonan atau sebagai pengamat politiknya. Dua sisi ini
pada dasarnya dapat dimanfaatkan oleh kaum perempuan untuk ikut bersuara dalam
pesta demokrasi ini.
Pemilu
2024 harus menjadi pemicu bagi kaum perempuan untuk bersuara. Suara dalam
artian berperan serta secara aktif, bebas, dan bertanggungjawab. Dengan adanya
kesetaraan gender, kaum perempuan sebenarnya telah diberi keleluasaan untuk
melakukan hal-hal yang sama yang dilakukan oleh kaum laki-laki dalam berbagai
aspek kehidupan, salah satunya adalah politik. Selama tidak menyalahi kodratnya
sebagai perempuan, pada hakikatnya kedudukan perempuan dan laki-laki sama.
Indonesia telah menjamin kebebasan hak warga negaranya untuk bebas dalam
mengeluarkan opini-opininya.
Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi kaum perempun untuk tetap diam. Diam dalam politik adalah suatu keniscayaan yang seharusnya didobrak dengan suara. Suara perempuan adalah suara naluri. Maka, suara perempuan dapat menjadi pemicu semangat perempuan lainnya untuk tetap bersuara dalam hal apapun. Pesta demokrasi menjamin suara perempuan didengar, melalui pesta demokrasi pula, perempuan dapat membuktikan kualitas dalam dirinya.
Syntia Nurfitria, S.Sos., M.Hum.
Bidang Pustaka, Informasi, dan Teknologi Digital***.
0 Comments:
Posting Komentar